Menyapa 3 Gunung Jelajah Garut
Just a Walker ---"berjalanlah di muka bumi, maka
perhatikanlah"--- (Al-Ankabut:20)
Kamu muslimah dan gemar mendaki gunung? Kamu muslimah dan gemar melakukan
perjalanan ke berbagai tempat-tempat indah dan bersejarah disuatu daerah? Kamu
muslimah dan ingin cahaya Islam kembali jaya disetiap daerah yang kamu jejaki?
Kamu muslimah dan mempunyai mimpi untuk melakukan perjalanan manca negara,
napak tilas jejak Peradaban Islam di Bumi Allah yang begitu luas ini?
Perjalanan ini adalah perjalanan spiritual,perjalanan mendekatkan diri
merendah dihadapanNya.
Semua bermula dari tawaran salah satu komunitas Rocker IHIMADV(Indonesia
Harapan Itu Masih Ada Adventure) yaitu komunitas para pendaki muslimah yang
mendaki gunung memakai Rok. Karena dimanapun kita berada, berpakaian Syar’i
bukanlah halangan untuk mentafakuri segala ciptaanNya. Yang ditawarkan memang
membuat para pendaki tergiur; menyapa 3
gunung jelajah garut dalam 3 minggu dan itu Free! Buat para pendaki, ini adalah
kesempatan langka, karena pada dasarnya pendaki mahasiswi sepertiku berfikir 2x
untuk bisa menjelajahi gunung dalam waktu sesingkat itu. Timbal balik yang
komunitas ini inginkan adalah Catatan Perjalanan Ekspedisi 3 Gunung. Awalnya di
grup akhwat pendaki banyak yang berkomentar hanya sekedar ingin,tetapi waktu
mereka tidak memungkinkan. Masuklah pesan singkat di handphoneku dari Ketua
Rocker IHIMADV menawarkan ekspedisi itu.
Singkat cerita, mulai pendakian minggu pertama di awal bulan Oktober 2014 dengan
destinasi 3 Gunung yang berurutan,yaitu G.Papandayan dengan ketinggian 2665 mdpl,
G.Cikuray dengan ketinggian 2881 mdpl, G.Guntur dengan ketinggian 2249 mdpl.
***
Minggu pertama Oktober 2014, adalah G.Papandayan 2665mdpl.
Disini aku mengikuti rombongan dari Jakarta yang kebetulan mereka
ini belum pernah ke G.Papandayan, sekalian jadi Guide dadakan karena sebelumnya
aku pernah mendaki Gunung ini 3x sebelum ekspedisi. Jadi ini yang ke 4xnya. Hhe
Mereka dari jakarta ini membawa mobil pribadi,dengan 8 penumpang
dari Jakarta dan 1 dari Bandung.
Petualangan pun di mulai!
Berat beban yang dibawa kali ini terasa berat,karena aku mengikuti
rombongan yang bisa dikatakan masih pemula. Untuk peralatan kelompok akhwat 5
orang aku bawa semua dalam tas carrier,kondisi tidak memungkinkan menyerahkan
kepada mereka yang belum tau trek.
Rombongan Kami
di Parkiran G.Papandayan(dok.pribadi)
***
Gunung Papandayan yang terletak di wilayah Garut Jawa Barat memang
banyak menghadirkan pemandangan eksotis yang langka. Pesona alam akibat erupsi
dahsyat puluhan dan ratusan tahun silam mengobati pendakian melelahkan. Melalui
jalan terjal, kawah dan hutan mati dan juga padang Edelweiss. Itulah Papandayan
yang yang cantik karena alamnya.
Keindahan alam yang di suguhkan Papandayan ini
adalah lava panas terus dimuntahkan dari
kawah gunung Papandayan selama lima menit. Gemeretak tanah, gelegar hebat, dan
runtuhnya sebagian besar badan gunung menjadi sebuah kejadian mengerikan. Dalam
Natural Disaster karya Lee Davis sampai hati mengatakan bahwa gunung Papandayan
hancur hingga berkeping - keping.Demikian gambaran peristiwa alam yang terjadi ratusan tahun lalu di kota berjulukan Switzerland from Java. Sekarang, bila kita menjejakkan kaki di Kota Garut, Jawa Barat, akan serasa tak lengkap jika belum mencicipi asyiknya mendaki Gunung Papandayan.
Gunung Papandayan terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat atau sekitar 70 km sebelah tenggara Kota Bandung dengan ketinggian 2.665 mdpl.
Gunung ini memiliki beberapa kawah terkenal seperti Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk aktif mengeluarkan uap dari sisi dalamnya.
Gunung aktif Papandayan menawarkan paradigma “gunung wisata” yang cukup ramah bagi pendaki pemula. Papandayan menyimpan beragam pemandangan alam yang mempesona.
“Menurut kalisifikasi Schmidt dan Ferguson Papandayan termasuk type iklim B, dengan curah hujan rata - rata 3.000 mm / thn, kelembaban udara 70 – 80 persen dan bertemperatur 10 derajat Celcius. Sementara secara topografi, gunung ini memiliki kawasan curam, berbukit dan bergunung serta tebing terjal.” Dikutip dari (FORUM HIJAU INDONESIA)
Bagi yang ingin mendaki Gunung Papandayan, sebaiknya persiapkan diri ,baik fisik maupun mental serta perlengkapan. Mendaki Papandayan, sama seperti kebanyakan mendaki gunung lainnya, artinya kita harus siap dengan kabut yang bisa turun kapan saja dengan suhu yang ekstrem — sangat dingin— pada malam hari. Oleh karena itu persiapkanlah barang - barang bawaan dengan lengkap dan harus selalu waspada, apalagi saat kabut mulai turun.
Untuk mendaki gunung Papandayan kita dapat melalui dua jalur, yakni jalur Cisurupan Garut dan Pengalengan Bandung yang masuk dari Tegal Panjang. Di kedua jalur tersebut akan disambut Pos Penjagaan untuk mendaftarkan diri dan membayar tarif Rp.5000 di hari biasa.*Tarif izin masuk bisa saja berubah dan ini tidak bisa dijadikan Patokan. Bawalah uang lebih untuk berjaga-jag*.
Dalam memulai pendakian Gunung Papandayan, kita tidak perlu takut. Memang saat memulai Papandayan akan menyambut dengan jalur yang cukup terjal, gersang, dan penuh bebatuan putih. Dan tak lama kemudian, akan melewati hamparan kawah - kawah belerang yang mengeluarkan kepulan asap dengan bau belerang yang menyengat.
Agar tidak tercium terlalu menyengat, para pendaki sebaiknya memakai penutup hidung atau masker. Perlu diingat, para pendaki dihimbau untuk tidak singgah atau istirahat di kawasan kawah ini terlalu lama, karena dapat menimbulkan efek yang tidak baik bagi tubuh.
Setelah meninggalkan kawah - kawah belerang, Papandayan menghadirkan panorama yang tak lagi gersang. Sambutan pepohonan yang hijau kemerahan akan menjadi pemandangan yang lazim seluas mata memandang. Para pendaki dapat lebih menikmati perjalanan pendakian tak lagi seterjal di kawasan perkawahan.
Selama dua atau tiga jam perjalanan,kita akan sampai di kawasan Pondok Salada. Kawasan ini menjadi tempat persinggahan pendaki untuk melepas lelah atau beristirahat di malam hari. Pondok Salada ini memiliki sumber air yang melimpah di musim hujan,sehingga kita bisa mandi, memasak dan memenuhi persediaan air di perjalanan selanjutnya.
Perjalanan memang belum berakhir dengan hanya mendirikan tenda dan bersantai di Pondok Salada. Pemandangan yang mempesona masih cukup banyak akan disajikan oleh Papandayan. Salah satu destinasi wajib jika mengunjungi Gunung Papandayan adalah Tegal Alun, sebuah padang Edelweiss yang sangat luas dan Hutan Mati.
Menariknya, sebelum Anda mencapai atau tiba di Tegal Alun, sebuah pemandangan eksotis akan Anda saksikan terlebih dahulu yakni areal hutan mati. Pemandangan pohon - pohon kering menghitam dengan tanah putih yang sarat kandungan belerang mencoba tunjukkan daya pukaunya tersendiri.
Mungkin sebagian orang tak menduga, pemandangan eksotis ini lahir dari sebuah bencana, yakni erupsi gunung Papandayan pada tahun 2002 silam. Erupsi yang terjadi pada tahun 2002 menghasilkan hutan mati yang menjadikan Papadayan terlihat sangat eksotis.
Pendakian kemudian berakhir di padang Edelweiss bernama Tegal Alun. Tegal Alun menjadi tujuan akhir. Melewati trak yang bisa dibilang terjal, dan jangan menyerah.
Padang luas yang dipenuhi Anaphalis javanica, nama latin Edelweiss terbentang luas hingga sekitar 35 hektar.
Edelweiss yang juga dikenal dengan sebutan bunga abadi kini termasuk tanaman langka.
Syurga
Edelweiss Tegal Alun G.Papandayan(dok.pribadi)
Selain tidak memetik bunga abadi, sebaiknya kita menanamkan prinsip tidak membunuh apa pun, tidak meninggalkan apa pun, dan tidak mengambil apa pun dari gunung ini sehingga keindahan Gunung Papandayan menjadi terus lestari.
Pemandangan mempesona yang dihadirkan gunung Papandayan, merupakan bekas - bekas yang masih ditinggalkan akibat letusan yang sangat dahsyat ratusan tahun silam. Bayangkan sekitar 240 tahun lalu, gunung ini mengalami bencana hebat. Tepatnya pada 11 - 12 Agustus 1772 lampau, Gunung Papandayan meletus sangat dahsyat tanpa peringatan, letusan tersebut menyebabkan empat puluh desa terkubur dan 3.000 - an penduduk beserta hewan - hewan ternaknya terisap ke dalam danau vulkanik.
Dahsyatnya amuk Gunung Papandayan ratusan tahun silam tergambar dari catatan Lee Davis dalam buku yang telah disebutkan di atas, Natural Disaster.
“No day of judgment painted by Angelo or Dore could ever match that actual horror of the solid mountain sinking into the earth with human beings on its slopes—its huge bulk going down as a ship goes down into the deep.”
Papandayan bisa menjadi bukti bahwa dirinya tak hanya dapat memecut adrenalin para penakluk tantangan atau sekadar memanjakan mata para petualang. Tapi lebih dari itu, Papandayan akan memberikan efek kontemplasi yang mendalam bagi para pencari makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar